Hari Raya St Petrus dan Paulus, Rasul

“Tuhan melepaskan aku dari segala kegentaranku” (Mzm. 34:5b)

Seruan Mazmur ini, menggemakan kesaksian Petrus dan Paulus. Kesaksian yang dinarasikan secara dramatis dalam bacaan pertama dan kedua. Dalam bacaan pertama, Petrus mengalami pembebasan dari penjara Herodes. Pembebasan itu tidak terjadi atas prakarsa pribadinya. Tuhan terlibat melalui kehadiran malaikat. Kehadiran malaikat merupakan tanda bahwa misi Tuhan tidak akan dihentikan oleh perjalanan duniawi.

Gambaran rantai dalam bacaan ini sangatlah simbolis. Rantai fisik Petrus melambangkan banyaknya bentuk perbudakan yang kita alami. Ketakutan, rasa bersalah, dosa, kecanduan, keraguan atau keputusasaan. Kadang-kadang kita terpenjara oleh keadaan eksternal. Di waktu yang lain kita terikat secara internal oleh pikiran dan luka-luka masa lalu. Namun kesaksian Petrus meyakinkan kita bahwa tidak ada rantai yang terlalu kuat bagi Tuhan. Dalam kehidupan rohani, kita juga sering mencoba memperbaiki segala sesuatunya sendiri. Namun kebebasan sejati datang saat kita mengizinkan terang Tuhan memasuki kegelapan kita.

Dalam bacaan kedua, kita mendengar kesaksian Paulus. Nada dasarnya masih sama, yakni Allah melampaui kegentaran. Kesaksian Paulus menggemakan kepuasan hidup yang dihabiskan dalam pelayanan total kepada Kristus. Paulus tidak membanggakan kekuatannya sendiri, tetapi kesetiaan Tuhan. Meskipun ditinggalkan orang lain saat diadili, Paulus menyadari bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkannya. Di sini Paulus berbicara kepada semua orang yang berusaha hidup setia di dunia yang sering salah memahami atau menentang Injil. Gambaran tentang perlombaan dan pertarungan mengingatkan kita bahwa kemuridan menuntut ketahanan. Bahkan saat terisolasi atau menderita, Paulus tidak pernah sendirian. Kehadiran Tuhan memberinya keberanian dan tujuan. Dalam kehidupan, kita juga mungkin sering merasa ditinggalkan atau lelah. Namun bacaan ini meyakinkan kita bahwa bila kita bersandar pada kekuatan Tuhan, kita tidak akan pernah tanpa pertolongan.

Kesaksian dua Rasul besar yang kita rayakan hari ini, membuat kita bertanya-tanya: bagaimana mungkin? Petrus, pribadi ceroboh, blak-blakan dan sensitif dapat menjadi murid yang sangat diandalkan. Atau Paulus, penganiaya jemaat perdana yang cerdas dan ambisius menjadi misionaris yang sukses. Kita juga mungkin bisa seperti mereka, jika mampu merenungkan dan menjawab dengan tepat pertanyaan yang Yesus ajukan: “Tetapi, apa katamu, siapakah Aku ini?” Petrus menjawab dengan pengakuan yang berani. Engkau adalah Kristus, anak Allah yang hidup. Dia tidak berbicara berdasarkan kabar angin atau pendapat orang lain, melainkan dari keyakinan yang lahir dari pengalaman pribadinya. Yesus menegaskan bahwa wawasan ini tidak datang dari hikmat manusia tetapi diungkapkan oleh Bapa. Dan atas dasar pengakuan pribadi yang tulus ini, Yesus berjanji untuk membangun gereja-Nya.

Pada Hari Raya Petrus dan Paulus Injil ini memiliki makna yang dalam. Petrus melambangkan iman gereja yang didirikan atas Kristus. Sementara Paulus melambangkan misi gereja kepada dunia. Keduanya adalah orang yang sangat berbeda. Mereka mengalami perjumpaan yang transformatif dengan Yesus. Perjumpaan personal itu menjadi fundasi dari segala sesuatu yang mereka lakukan dan raih.

Perayaan ini mengingatkan kita bahwa iman bukanlah ujian pengetahuan doktrinal atau identitas budaya. Bukan tentang berada di tengah orang banyak yang memiliki pendapat tentang Yesus. Ini tentang berdiri di dekat Yesus seperti Petrus dan Paulus, dibentuk oleh hubungan yang hidup dengan-Nya. Siapakah Yesus bagiku, tidak dijawab dengan apa yang kubaca tentang-Nya atau apa yang aku dengar dalam khotbah, melainkan apa yang kupercayai dalam lubuk hatiku saat aku sendirian, takut, atau membutuhkan-Nya. Seperti Petrus, dapatkah saya mengatakan bahwa Engkau adalah Kristus? Bukan hanya dengan bibirku, tapi dengan seluruh hidupku. Seperti Paulus, apakah saya membiarkan perjumpaan itu mengubah arah hidup saya? Perayaan hari ini mengajak kita untuk tidak saja mengagumi Petrus dan Paulus, tetapi juga mengikuti teladan mereka, untuk mendekat kepada Yesus, mengenal Dia dengan sungguh-sungguh, dan mewartakan Dia dengan berani, bukan sebagai orang asing, tetapi sebagai sahabat. Sehingga akhirnya seruan pemazmur tadi benar-benar menjadi seruan pribadi kita. Semoga Tuhan memberkati kita semua. (RD. Kristo D. Selamat).