Jumat Pekan Biasa X PW St Antonius Padua

Bacaan Injil Mat 5:27 – 32

Kamu telah mendengar firman: Jangan berzinah.
Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya.
Maka jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa, dari pada tubuhmu dengan utuh dicampakkan ke dalam neraka.
Dan jika tanganmu yang kanan menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa dari pada tubuhmu dengan utuh masuk neraka.
Telah difirmankan juga: Siapa yang menceraikan isterinya harus memberi surat cerai kepadanya.
Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah.

Renungan

Dalam kotbah di bukit, secara tegas Yesus berkata: “Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya” (Mat 5:17). Makna Taurat dilihat dan dipahami menurut tujuannya, bukan secara harafiah. Misalnya ajaran Yesus keras terhadap pembunuhan, zinah, sumpah, tetapi lunak terhadap arti Sabat. Ia menekankan berlakunya hukum ganda kasih: kepada Allah (Ul 6:5) dan kepada sesama (Im 19:18), sebab “seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi” (Mat 22:34-50) tergantung dari padanya. Maka sebagai “Musa Baru” sambil menggunakan Taurat, Yesus mengajarkan dan melaksanakan sendiri kehendak Allah menurut hukum yang sebenarnya.

Dengan demikian tampaklah, bahwa Yesus membenarkan adanya hukum dan kewajiban untuk melakukannya. Tetapi sekaligus Ia menyingkirkan kemunafikan para ahli kitab dan kaum Farisi dalam pengertian dan pelaksanaan Taurat itu.  Hukum Allah harus dipahami dan dilaksanakan dengan semangat dan secara injili, artinya dengan kasih dan ketulusan hati seperti diajarkan dalam Injil. Yesus menyinggung 6 hukum sebagai contoh. Ia berkata: “Kamu telah mendengar begitu, tetapi Aku berkata kepadamu begini atau dengan demikian”.

Perbedaan yang dimaksudkan Yesus itu ada dua macam. Yang satu bersifat menerima hukum Musa itu, tetapi diperluas dan diperdalam (ay. 21-22; 27-28; 43-44). Yang lain ditolak-Nya, sebab hukum itu bukan pegangan sikap dasar hidup orang, apabila mau hidup mengikuti Yesus (ay. 31-32; 33-37; 38-39).

Contoh hukum Taurat yang ditolak Yesus ialah hukum keenam dalam sepuluh Perintah Allah. Menurut hukum ini Musa melarang berzinah, “Kamu telah mendengar firman, ‘Jangan berzinah!’ Tetapi Aku berkata kepadamu: Barang siapa memandang perempuan dengan menginginkannya, ia sudah berbuat zinah dalam hatinya”. Dan Yesus melarang pandangan dan keinginan yang tidak murni atau jahat, tetapi minta setiap orang menjauhkan diri dari kesempatan untuk berdosa, dan menganjurkan pengendalian diri dengan mengutamakan apa yang dituntut untuk dapat menyelamatkan jiwa dan raganya (ay. 29-30).

Selanjutnya Yesus melarang menceraikan isterinya karena zinah dengan memberi surat cerai kepadanya (ay.31), sebab itu bertentangan dengan hukum kasih. Hanya dengan kesatuan kasih perkawinan dapat terpelihara atau dipulihkan kembali (lih. Mat 19:9). Akhirnya Yesus mengajarkan, agar kita jangan saling curiga, yaitu dengan berpegang teguh pada kesatuan dan kesamaan fundamental antara kata dan perbuatan. Dengan demikian tampaklah, bahwa sikap dasar Yesus terhadap Taurat bukanlah untuk menghilangkannya melainkan untuk memenuhinya dan menyempurnakannya. Hukum lama diberikan oleh Allah sesuai dengan janji-Nya untuk menyelamatkan umat-Nya, tetapi hukum lama itu disempurnakan oleh Yesus.  Allah dalam Perjanjian Lama sama dengan Allah dalam Perjanjian Baru, tetapi Allah yang satu dan sama itu menampakkan diri-Nya sebagai Bapak, Putera dan Roh Kudus! Yesus Kristus, Putera Allah inilah yang bersama Roh Kudus memberikan arti hukum Allah yang sebenarnya, dan memberi ajaran dan teladan bagaimana melaksanakannya. Oleh karena itu, taat akan hukum dan hidup secara kristiani sejati berarti mengikuti Yesus, melihat Yesus sebagai teladan, dan menempuh jalan hidup yang selalu disinari dengan cahaya Yesus. (Rm. Ignasius Haryanto)*