Bacaan I: Yes. 58:1-9a
Antarbacaan: Mzm. 51:3-4,5-6a,18-19
Injil: Mat. 9:14-15
Bacaan Injil
Kemudian datanglah murid-murid Yohanes kepada Yesus dan berkata: “Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?”
Jawab Yesus kepada mereka: “Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.
Renungan
Para murid Yohanes dalam Injil hari ini mengalami kebingunan atas tindakan para murid Yesus perihal berbuasa. Hal ini nampak dalam pertanyaan para murid Yohanes yang mempersoalkan para murid para murid Yesus yang tidak berpuasa. Para murid Yohanes menjalankan puasa setelah melihat guru mereka yang menjalankan puasa secara ketat. Yohanes adalah seorang nabi yang datang untuk mempersiapkan kedatangan Mesias. Namun dalam melaksanakan tugasnya, ia mengalami keraguan, sebab Ia tidak yakin bahwa Mesias itu telah hadir dalam diri Yesus. Para murid Yohanes berpuasa dalam rangka menantikan zaman keselamatan yakni kedatangan Mesias. Bahkan para murid Yohanes turut menyebutkan orang Farisi yang juga turut berpuasa sama seperti mereka. Orang-orang Farisi adalah kelompok yang sangat menjunjung tinggi hukum Taurat.
Rupanya di sini orang-orang Farisi menjalankan puasa sesuai dengan hukum yang berlaku. Mereka menjalankan puasa hanya untuk memenuhi aturan belaka. Bahkan yang lebih parahnya lagi adalah motivasi mereka berpuasa hanya untuk dilihat orang. Padahal dalam Perjanjian Lama, nabi Yesaya menjelaskan bahwa puasa yang berkenan untuk Tuhan bukanlah puasa fisik, tetapi puasa dengan hati (bdk. Yes. 58:6-7).
Berbeda dengan murid-murid Yohanes dan orang-orang Farisi, Yesus menerangkan bahwa para murid-Nya tidak mungkin berpuasa karena mempelai laki-laki sedang bersama mereka. Para murid Yesus memang tidak memahami secara penuh maksud perkataan Yesus. Di sini Yesus hendak menegaskan bahwa mempelai laki-laki itu adalah diri-Nya sendiri. Ketika Yesus bersama murid-murid-Nya memberikan pengajaran, melakukan mukjizat penyembuhan, tidak mungkin mereka mengalami dukacita, sebaliknya mereka mengalami sukacita.
Barulah ketika mempelai itu diambil dari antara mereka, para murid berpuasa. Saat itu terjadi ketika Yesus mengalami penderitaan dan wafat di kayu salib. Para murid mengalami kehilangan sang mempelai, yakni Yesus. Saat itulah mereka mengami dukacita dan ketakutan yang mendalam. Dari dialog antara murid-murid Yohanes dan Yesus menjadi jelas titik tolak puasa yang dijalankan mereka dengan puasa murid-murid Yesus. Murid-murid Yohanes menjalankan puasa dalam rangka menantikan kedatangan zaman keselamatan yakni Mesias, padahal Yesus yang adalah Mesias sudah ada di tengah mereka. Sedangkan para murid Yesus berpuasa karena kehilangan mempelai laki-laki yakni Yesus Kristus.
Saat ini kita memasuki masa puasa. Maka pertanyaannya adalah bagaimana dengan praktik puasa yang kita jalankan saat ini? Yesus memang tidak lagi hadir secara fisik di tengah-tengah kita saat ini. Dengan demikian, puasa kita saat ini seperti bagaikan momen berduka karena kepergian-Nya, serentak sebagai saat kita mempersiapkan diri menyambut kedatangan-Nya pada akhir zaman. Oleh karena itu, marilah pada masa puasa ini semakin bertekun dalam doa, rajin dalam amal kasih, dan setia dalam berpuasa. (RD. Ignasius Rudi Haryanto)