Kamis, 13 Februari 2025

Bacaan I: Kej. 2:18-25
Injil: Markus 7:24-30

Bacaan Injil

Lalu Yesus berangkat dari situ dan pergi ke daerah Tirus. Ia masuk ke sebuah rumah dan tidak mau bahwa ada orang yang mengetahuinya, tetapi kedatangan-Nya tidak dapat dirahasiakan.
Malah seorang ibu, yang anaknya perempuan kerasukan roh jahat, segera mendengar tentang Dia, lalu datang dan tersungkur di depan kaki-Nya.
Perempuan itu seorang Yunani bangsa Siro-Fenisia. Ia memohon kepada Yesus untuk mengusir setan itu dari anaknya.
Lalu Yesus berkata kepadanya: “Biarlah anak-anak kenyang dahulu, sebab tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.”
Tetapi perempuan itu menjawab: “Benar, Tuhan. Tetapi anjing yang di bawah meja juga makan remah-remah yang dijatuhkan anak-anak.”
Maka kata Yesus kepada perempuan itu: “Karena kata-katamu itu, pergilah sekarang sebab setan itu sudah keluar dari anakmu.”
Perempuan itu pulang ke rumahnya, lalu didapatinya anak itu berbaring di tempat tidur, sedang setan itu sudah keluar.

Renungan

Bacaan injil pada hari ini mengisahkan tentang perempuan Siro-Fenisia yang datang memohon kepada Yesus untuk kesembuhan anaknya. Orang-orang Siro-Fenisia merupakan orang-orang berkebangsaan Yunani. Orang-orang Yahudi menganggap mereka sebagai orang kafir dan menyematkan sebutan “anjing” (binatang haram/najis bagi orang Yahudi) bagi mereka. Sebab mereka tidak menyembah dan menaruh kepercayaan kepada Allah melainkan pada dewa-dewi kafir.

Namun hal ini jauh berbeda dengan sikap yang ditunjukkan oleh perempuan Siro-Fenisia. Ia datang dan tersungkur di depan kaki Yesus. Tersungkur merupakan sikap kerendahan hati dan penyerahan diri yang total. Ia dengan rendah hati dan berserah diri kepada Yesus agar Yesus menyembuhkan anaknya. Sebab ia percaya bahwa Yesus memiliki kuasa untuk hal itu.

Untuk menguji keberimanannya, Yesus memberikan suatu jawaban yang begitu tendensius dan diskriminatif. Bagi Yesus, “anjing” tidak patut mengambil roti yang telah disediakan bagi anak-anak. Anak-anak yang dimaksudkan oleh Yesus adalah bangsa Yahudi itu sendiri dan roti yang dimaksudkan adalah rahmat dan mukjizat yang berasal dari Allah. Meskipun Yesus memberikan jawaban demikian, namun iman perempuan itu sama sekali tidak luntur. Ia memberikan suatu jawaban yang sungguh bijak. Ia meminta remah-remah atau serpihan rahmat dan mukjizat dari Yesus bagi kesembuhan anaknya. Melihat ketangguhan dan kegigihan imannya, Yesus pun menyembuhkan anaknya tersebut.

Apa yang dapat kita pelajari dari bacaan injil hari ini? (1) kita diajak untuk rendah hati dan terbuka pada penyelenggaraan Allah atas hidup kita, keunggulan orang lain dan kelemahan kita sendiri. (2) Kita diajak untuk tahan banting terhadap segala godaan yang menguji dasar keberimanan kita kepada Yesus di zaman modern ini. (3) Di tahun tata kelola partisipatif ini, kita diajak untuk bijaksana seperti peremupan Siro-Fenisia dalam memanajemen segala program yang hendak kita jalankan. (RD. Leonardus Liberto Mere)