Sabtu Pekan Prapaskah I

Sabtu Pekan Prapaskah I

Bacaan I: Ul. 26:16-19
Antarbacaan: Mzm. 119:1-2,4-5,7-8
Injil: Mat. 5:43-48

Bacaan Injil

Dalam kotbah di bukit, Yesus bersabda kepada murid-murid-Nya, “Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu.
Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.
Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar.
Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian?
Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allahpun berbuat demikian?
Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.”

Renungan

Yesus berkata kepada para murid-Nya dalam khotbah di bukit “Haruslah kamu sempurna, sebagaimana Bapamu di surga sempurna adanya.” Apa arti sempurna dan bagaimana memaknai sempurna dalam takaran yang sesungguhnya menurut iman Kristiani? Secara harafiah sempurna berarti utuh, lengkap, teratur, terbaik. Allah adalah “Yang Sempurna”, sebab pada Allah semua yang tidak ada, tidak terlihat dalam konteks manusiawi menjadi utuh, lengkap, teratur dan terbaik. Kesempurnaan Allah memang tidak mampu terbahasakan oleh kata-kata dan akal manusiawi manusia. Namun, beberapa situasi konkret yang sangat dekat dengan situasi dan kondisi hidup manusia mampu membahasakan kesempurnaan Allah.

Dalam bacaan pertama, diperdengarkan kepada kita bagaimana Allah berkomunikasi dengan manusia melalui perantaraan nabi Musa dengan tujuan mengarahkan hidup manusia kepada jalan kekudusan, menjauhi segala bentuk kejahatan serta godaan dunia yang menjarakkan komunikasi intens dengan Allah. Allah yang adalah sempurna menanamkan hukum dan perintah-Nya dalam hati, agar dengan nuraninya manusia secara bijak memelihara hatinya dan mengarahkan dirinya kepada Allah. Namun, kefanaan manusia menunjukkan hatinya yang terlalu terpikat dengan kenikmatan yang disajikan oleh dunia. Kebutuhan ragawi akan “yang nikmat dan enak” melumpuhkan nurani untuk selalu membaktikan hati kepada Allah. Persoalan hatilah yang menjadi momok mengapa nenek moyang bangsa Israel sering berpaling dari Allah dan memuja para dewa-dewi kafir kemudian mengingkari kebaikan Allah.

Meskipun demikian, Allah menunjukkan kesempurnaan cinta-Nya, kasih yang maharahim dengan perantaraan Purta-Nya yang terkasih Yesus Kritus. Hal ini hendak menunjukkan kesempurnaan cinta Allah yang mau menyelamatkan manusia yang tanpa terbatas. Dalam Perjanjian Lama, Allah menggunakan para nabi, dan sekarang Ia mengutus Putra-Nya yang terkasih agar keselamatan bagi umat manusia tercapai ke seluruh bumi. Dengan perutusan Yesus, Allah bermaksud menyentuh hati, mendalami jiwa agar manusia bisa membaktikan seluruh hidupnya dengan sungguh-sungguh kepada Dia yang maha sempurna.

Hati adalah pusat hidup. Di dalam hati, manusia dapat menimbang segala yang baik dan kurang baik. Kasih selalu lahir dari hati yang selalu memberi, melayani dan mengampuni. Dengan pelayanan-Nya Yesus menunjukkan belas kasih Allah yang maha rahim. Dan dengan pewartaan-Nya Yesus menegaskan kasih Allah yang tak terbatas kepada umat manusia. Maka, ajakan menjadi sempurna seperti Bapa berarti belajar dan mengadaptasikan diri dengan cara Allah yang selalu memanggil manusia kepada tindakan kasih. Allah menunjukkan cinta yang sempurna kepada manusia dengan perutusan Yesus, Sang Sabda yang tinggal bersama manusia. Meskipun cinta yang sempurna itu sering diabaikan oleh hati yang degil, kerahiman Allah selalu terulur kepada manusia agar manusia hidup dalam kebahagiaan dan kedamaiaan sekarang serta memperoleh keselamatan di akhirat.

Dalam masa tobat ini, wujud kasih kasih kita kepada sesama adalah perhatian. Perhatian tidak melulu melalui bantuan material, melainkan cinta yang kita dalam pelayanan yang total, pengampunan tanpa pamrih, lawatan dengan membawa pesan damai serta keheningan batin mengulurkan doa bagi orang-orang yang menghalangi kasih Allah nyata bagi manusia. Marilah kita mengambil bagian dalan kesempurnaan Allah agar ketidaksempurnaan kita dilengkapi oleh kasih Allah yang maharahim. (RD Yosefan Arwandi Dadus)