Senin Pekan Biasa Ke-29

Bacaan Injil Luk 12:13-21

Seorang dari orang banyak itu berkata kepada Yesus: “Guru, katakanlah kepada saudaraku supaya ia berbagi warisan dengan aku.”
Tetapi Yesus berkata kepadanya: “Saudara, siapakah yang telah mengangkat Aku menjadi hakim atau pengantara atas kamu?”
Kata-Nya lagi kepada mereka: “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu.”
Kemudian Ia mengatakan kepada mereka suatu perumpamaan, kata-Nya: “Ada seorang kaya, tanahnya berlimpah-limpah hasilnya.
Ia bertanya dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat, sebab aku tidak mempunyai tempat di mana aku dapat menyimpan hasil tanahku.
Lalu katanya: Inilah yang akan aku perbuat; aku akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan aku akan menyimpan di dalamnya segala gandum dan barang-barangku.
Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!
Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?
Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah.”

Renungan

Di zaman sekarang, banyak orang berlomba-lomba untuk menjadi kaya. Kaya harta, kaya status, kaya pengaruh. Namun hari ini, Yesus mengajak kita untuk memeriksa diri: Apakah kita juga kaya dihadapan Allah?

Dalam bacaan pertama, Rasul Paulus menampilkan sosok Abraham seorang yang tidak bimbang terhadap janji Allah. Padahal secara manusia, janji Allah kepadanya tampak mustahil: Ia sudah tua, Sarah pun mandul. Tetapi Abraham tetap percaya. Iman Abraham bukan iman yang mudah. Ia menantikan janji itu bertahun-tahun lamanya tanpa melihat bukti nyata. Namun justru karena kesetiaan itulah, Allah memperhitungkan imannya sebagai kebenaran. Abraham menjadi kaya bukan karena memiliki tanah yang luas, bukan karena ternaknya banyak, tetapi karena ia memiliki iman yang teguh jepada Allah yang setia. Rasul Paulus menegaskan kata-kata itu bukan hanya untuk Abraham, tapi juga untuk kita karena kita percaya kepada Allah yang telah membangkitkan Yesus Kristus dari antara orang mati. Artinya, iman kita kepada Kristus adalah kekayaan rohani yang tidak akan habis, sebab dasar iman kita bukanlah pada hal-hal duniawi, melainkan kepada Allah yang hidup dan berkuasa.

Lalu injil hari ini membawa kita pada kisah yang kontras seorang kaya yang tanahnya berlimpah hasil. Ia berkata dalam hatinya, Aku akan merombak lumbung-lumbungku, membangun yang lebih besar dan menyimpan semua hasilku. Setelah itu aku akan berkata kepada diriku: jiwaku, bersenang-senanglah! Kedengarannya wajar bukan? Bukankah itu impian banyak orang bekerja keras, menikmati hasil dan hidup tenang di masa tua? Namun Yesus membeberkan bahaya tersembunyi dibalik kata-kata itu. Bukan karena orang ini kaya, tetapi karena hatinya melekat pada kekayaan itu. Ia berpikir seluruh hidupnya bisa di kontrol dengan harta padahal hidup manusia bukan miliknya, tapi milik Allah. Maka Allah bersabda kepadanya “Hai orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu! Bagi siapakah nanti semua yang telah kau sediakan itu?

Sungguh tajam, tetapi jujur. Yesus tidak menolak harta, tetapi Ia menolak ketamakan sikap hati yang menumpuk harta tanpa memperhatikan Allah dan sesama. Karena pada akhirnya, semua yang kita miliki bisa lenyap sekejap. Yang tersisa hanyalah kekayaan iman. Yesus menutup perumpamaan ini dengan kalimat yang menjadi inti injil hari ini. Demikianlah jadinya dengan orang yang menimbun harta bagi dirinya sendiri, tetapi tidak kaya dihadapan Allah. Apa artinya kaya dihadapan Allah? Itu berarti memiliki hati yang percaya seperti Abraham, hati yang tahu bahwa segala sesuatu datang dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan. Itu berarti tidak menumpuk harta demi diri sendiri, tetapi menggunakannya untuk melayani, berbagi dan memuliakan Allah.

 

Menjadi kaya dihadapan Allah berarti menyimpan kekayaan di surga, yakni dengan melakukan kasih, keadalian, dan kebaikan yang nyata. Harta dunia bisa hilang, tetapi iman da kasih tidak akan pernah punah. Mari kita jujur: sering kali kita lebih sibuk menambah lumbung harta duniawi daripada menambah lumbung iman kita. Kita kuat bekerja demi penghasilan memenuhi lebutuhan jasmaniah, tetapi lemah berdoa demi keselamatan jiwa. Kita rela begadang demi urusan, kenikmatan dunia, tetapi cepat lelah dan kurang berminat untuk perkara/urusan rohani. Yesus tidak menegur usaha, tetapi menegur/menasihati arah hati kita. Apakah kita hidup untuk memiliki, atau kita hidup untuk memberi? Apakah kita menyimpan berkat bagi diri sendiri, atau kita membagikannya bagi kemuliaan Allah?

Abraham mempercayakan seluruh hidupnya kepada janji Allah dan Allah tidak pernah mengecewakannya. Demikian pula kita: ketika kita menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada Tuhan kita sedang membangun kekayaan yang tidak bisa di curi oleh siapapun kekayaan iman kita. Maka marilah kita menjadi kaya dihadapan Allah, bukan dengan harta dunia, tetapi dengan iman yang hiidup, kasih yang nyata dalam perbuatan, dan hati yang bersyukur. Sebab pada akhirnya, yang akan kita bawa menghadap Allah bukan buku rekening bank atau rumah dan lain-lain, tetapi iman yang teguh dan hati yang penuh kasih.  Amin.( RD.Richardus Pangkur)